Kali ini sayakan akan membuat suatu postingan tentang sejarah singkat dari kota kabupaten Wajo dan arti kata Sengkang. Sebelum lebih jauh membahas kota sengkang saya akan membahas sedikit tentang kabupaten wajo. Kabupaten wajo, terletak di bagian timur dan tengah sulawesi selatan di mana sengkang ibukotanya terbaring di pesisir danu tempe, dengan jarak kurang lebih 250 km dari kota makassar. kabupaten wajoterbagi dalam wilayah administratif yang terdiria atas 10 wilayah kecamata, 79 dese/ kelurahan, 206 dusun atau lingkungan, dengan luas keseluruhan wilayah adalah 20.506, 19 km2 kalau di masa lalu wajo adalah sebuah kerajaan, maka sekarang suadah menjadi kabupaten sebagai realisasi undang-undang nomor 4 tahun 1957, di mana wajo berubah dari pemerintahan swapraja menjadi daerang otonom tingkat ii. dan sejak itulah wajo resmi sebagai kabupaten daerah tingkat II, dan andi tanjong dipercayaka menjadi bupati wajo yang pertama, dan kemajuan yang di capai wajo sekarang ini adalah warisan kerajaan wajo masa lalu.
Sengkang merupakan salah satu
kota kecil yang ada di Sulawesi Selatan dan menjadi ibukota kabupaten dari
Kab.Wajo. sengkang terletak ±210 km dari ibukota provinsi Sulawesi
selatan yakni kota Makassar. Kota
Sengkang berada di antara 3039’ –
4016’ Lintang Selatan dan 119053’ – 120027’ Bujur Timur dan Luas wilayah kota
Sengkang secara keseluruhan adalah 38,27 km2. Sengkang merupakan salah satu
kelurahan yang ada di kacamatan tempe dan kecamatan tempe ini terdiri dari 16
kelurahan yang di dalamnya terdapat kelurahan siengkang.
Arti kata Sengkang berasal dari kata bugis yaitu siengkang dan bila kita mengartikannya dalam bahasa Indonesia berarti persinggahan atau kedatangan. Jadi dulu kota Sengkang itu adalah tempat persigahan bagi orang pendatang atau tourist yang hendak menuju ke danau tempe mereka singgah untuk beristirahat sejanak melepas lelah dari perjalanan yang jauh. Dan banyak pula orang yang mengartikan kata Sengkang itu dengan berbagai hal-hal yang entah kebenarannya. Di balik kota kecil ini tersimpanlah kekayaan alam yang sangat menakjubkan yakni adanya danau tempe yang merupakan salah satu danau terbesar yang ada di Indonesia bahkan danau tempe menduduki peringkat kedua sebagai danau terbesar di Indonesia setelah danau toba. Sementara itu Danau tempe dikenal sebagai penghasil ikan tawar, juga telah menjadi kawasan wisata. Danau tempe terbentang laksana cermin raksasa di sisi barat ibu kota Kab. Wajo yaitu sengkang.
Danau ini memiliki pesona alam yang elok dan unik.
Perkampungan nelayan primitip bernuansa Bugis berbanjar sepanjang tepian danau.
Rutimitar keseharian dan aktifitas masyarakat nelayan penangkap ikan yang
berlatar belakang rumah-rumah terapung memiliki ciri khas kehidupan dipermukaan
danau.
Dikala senja apalagi disaat bulan purnama cukup mengasikkan.
Satwa burung beraneka ragam yang bisa dikomsumsi sebagai pangan ikan. Setiap
mata memandang, sekeliling Danau Tempe terdapat satwa burung, binatang reptil
seperti biawak bersisik (Salipui Inzar) kelihatan disana. Selainnya, kadang ada
buaya muncul. Bunga-bunga beragam jenis, rumput air serta aktifitas
pertanian/perlandangan rakyat pinggiran danau merupakan pemandangan elok dan
menarik sekali.
Setiap tahun masyarakat nelayan menggelar pesta “Maccera
Teppareng” sebagai pernyataan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil yang telah
diperoleh dari Danau tempe. Pesta ritual nelayan ditepi danau itu telah
dimasukkan kedalam “of even parawisata Sulsel” digelarkan samaan dengan
pelaksanaan vestifal Danau tempe setiap Agustus tambah menarik disertai berbagai
atraksi seni dan budaya masyarakat Wajo.
Selain kekayaan alam Sengkang juga memiliki suatu ciri
khas yakni sebagai kota penghasil sutra dan Sengkang juga di juluki sebagai
kota sutra. Di sengkang tepatnya di daerah sempange terdapatlah banyak usaha
rumahan yang membuat kain sutra. Mereka hanya mengandalkan alat tenun yang
masih manual. Sengkang juga di beri gelar sebagai kota santri karena di Sengkang
telah banyak lahir ulama-ulama dari pondok pesantren as’adiyah yang di mana
pondon pesantern tersebut di dirikan oleh salah satu Anre gurutta As’Ad.
Dibalik pesona dan keindahan alam yang di sajikan oleh kabupaten wajo ini, kabupaten wajo juga memiliki sejarah yang cukup bagus untuk di baca dan dipelajari.dalam bukunya "wajo abad XV-XVI", Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin, mengatakan terbentuknya kerajaan wajo adalah atas kesepakatan dari tiga kelompok (limpo) yaitu "lipu tellu - kajurue" seperti di ketahui bahwa ketika orang-orang cinnotabi di bawah raja La Tenritau, latenri pekka dan la matareng dan tiga orang "matoa" menetap di boli mereka membuat sawah dan ladang serta menangkap ikan. mereka juga membagi siri kedalam tiga tempat. daerah di mana la tenritau berdiam bersama dengan pengikutnya di namakan majauleng , sedangkan yang dipilih la tenripekka di namakan sabbangparu, sedangkan yang di tempati la matareng di namakan takkalla.ketiga negeri tersebut tergabung dalam kelompok "lipu" tellu kajurue berkumpul di bawah pahon kayu"bajo" untuk membicarakan masalah pengangkatan seorang raja yang akan memerintah negeri gabungan mereka, serta membuat suatu perjanjian pemerintahan yang akan mengatur hubungan kekuasaan antara raja pejabat kerajaan serta hak-hak kebebasan rakyat berdasarkan "ade" assiturusang yaitu adat dan rakyat ketentuaan tersebut di kenal dengan nama adat besar raja raja diliputi tellu kajurue. Dari hasil musyawarah diangkatlah La Tenri bali sebagai raja pertama wajo dan di beri gelar "BATARA WAJO". setelah memerintah selama kurang lebih 10 tahun La Tenri Bali meninggal dunia. Kemudian digantikan oleh La Mataesso sebagai raja wajo ke dua yang beri gelar "BATARA WAJO II" yang menggantikan ayahnya. Setelah La Mataesso meninggal ia di gantikan oleh putranya yang bernama La Pateddungi to Samallangi sebagai raja wajo ke tiga yang beri gelar "BATARA WAJO III" namun kepemimpinanna ini tidak di sukai oleh masyrakat wajo. Oleh karena itu ia di pecat sebagai raja wajo, dalam pelariannya ia meninggal dunia di tangan sepupunya sendiri. Sejak terbunuhnya Pateddungi to Samallangi tidak ada lagi raja di wajo. yang menggantikan raja-raja di wajo adalah "Arung" yang menjadi pemimpin masyarakat wajo.
Mungkin demikianlah sedikit penjelasan tentang arti kata sengkang dan segala sesuata yang berhubungan dengan kota sengkang dan kabupaten wajo moga-moga bermanfaat bagi orang yang membacanya.. aminn
Dibalik pesona dan keindahan alam yang di sajikan oleh kabupaten wajo ini, kabupaten wajo juga memiliki sejarah yang cukup bagus untuk di baca dan dipelajari.dalam bukunya "wajo abad XV-XVI", Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin, mengatakan terbentuknya kerajaan wajo adalah atas kesepakatan dari tiga kelompok (limpo) yaitu "lipu tellu - kajurue" seperti di ketahui bahwa ketika orang-orang cinnotabi di bawah raja La Tenritau, latenri pekka dan la matareng dan tiga orang "matoa" menetap di boli mereka membuat sawah dan ladang serta menangkap ikan. mereka juga membagi siri kedalam tiga tempat. daerah di mana la tenritau berdiam bersama dengan pengikutnya di namakan majauleng , sedangkan yang dipilih la tenripekka di namakan sabbangparu, sedangkan yang di tempati la matareng di namakan takkalla.ketiga negeri tersebut tergabung dalam kelompok "lipu" tellu kajurue berkumpul di bawah pahon kayu"bajo" untuk membicarakan masalah pengangkatan seorang raja yang akan memerintah negeri gabungan mereka, serta membuat suatu perjanjian pemerintahan yang akan mengatur hubungan kekuasaan antara raja pejabat kerajaan serta hak-hak kebebasan rakyat berdasarkan "ade" assiturusang yaitu adat dan rakyat ketentuaan tersebut di kenal dengan nama adat besar raja raja diliputi tellu kajurue. Dari hasil musyawarah diangkatlah La Tenri bali sebagai raja pertama wajo dan di beri gelar "BATARA WAJO". setelah memerintah selama kurang lebih 10 tahun La Tenri Bali meninggal dunia. Kemudian digantikan oleh La Mataesso sebagai raja wajo ke dua yang beri gelar "BATARA WAJO II" yang menggantikan ayahnya. Setelah La Mataesso meninggal ia di gantikan oleh putranya yang bernama La Pateddungi to Samallangi sebagai raja wajo ke tiga yang beri gelar "BATARA WAJO III" namun kepemimpinanna ini tidak di sukai oleh masyrakat wajo. Oleh karena itu ia di pecat sebagai raja wajo, dalam pelariannya ia meninggal dunia di tangan sepupunya sendiri. Sejak terbunuhnya Pateddungi to Samallangi tidak ada lagi raja di wajo. yang menggantikan raja-raja di wajo adalah "Arung" yang menjadi pemimpin masyarakat wajo.
Mungkin demikianlah sedikit penjelasan tentang arti kata sengkang dan segala sesuata yang berhubungan dengan kota sengkang dan kabupaten wajo moga-moga bermanfaat bagi orang yang membacanya.. aminn
+ komentar + 2 komentar
i like this
postingan kamu bagus
ada versi juga yang mengatakan, Sengkang dari kejadian Siengkangi (bersamaan datang) para bangsawan dari luwu untuk membicarakan suatu hal di tanah wajo, didekat sumur (legendanya itu sumur berada di Jl. Cendana Sengkang sekarang) tetapi untuk membuktikan itu sangat sulit.
itu buku R.A kosasih masih adakah?? share dong..
Posting Komentar